UPACARA SEDEKAH BUMI DI DUSUN KEDUNGWATU DESA KEDUNGASEM KECAMATAN SUMBER KABUPATEN REMBANG
PENDAHULUAN
Setelah panen raya kedua/panen walik dami baru dilaksanakan pembahasan dan pelaksanaan Sedekah Bumi |
Masyarakat pra-sejarah atau dikenal juga dengan
masyarakat belum mengenal tulisan, dalam mewariskan nilai kepada generasi
penerusnya melalui lisan. Tradisi masyarakat yang disampaikan kepada generasi
penerusnya melalui lisan dan tanpa dibukukan disebut foklore. Ada tiga jenis
foklore yakni foklore lisan, setengah lisan dan non-lisan. Mitos, legenda, dongeng, fabel, upacara tradisi; upacara
sedekah laut, upacara sedekah gunung, upacara sedekah bumi termasuk jenis
foklore setengah lisan. Foklore setengah lisan termasuk kategore cerita rakyat.
Cerita rakyat ini disampaikan terus secara turun temurun kepada generasi
penerusnya. Tujuan pewarisan tradisi lisan ini adalah agar generasi penerusnya
mimiliki sikap menghargai dan menghormati nenek moyang dengan meneruskan dan
mengembangkan tradisi ini sesuai dengan konteks zamannya.
Di wilayah Kabupaten Rembang, sampai saat ini
terdapat beberapa foklore yang masih dipelihara dan dipertahankan oleh rakyat.
Di Dusun Kedungwatu Desa Kedungasem Kecamatan Sumber ada legenda tentang“SumurSura,SawahGamelan,Bomati,Jasuro,Ploso,Gerit,Jemporan,pandanan,bogoran,sepat,Meniran,glandang,maling mati “. dan ada upacara
Sedekah Bumi “.
Sedekah Bumi bagi masyarakat Rembang, adalah suatu
tradisi tahunan yang selalu diselenggarakan, khususnya bagi warga Dusun Kedungwatu Desa Kedungasem Kecamatan Sumber Kabupaten Rembang. Upacara sedekah bumi bagi warga Dusun Kedungwatu disebut juga dengan upacara Kabumi atau khormat bumi. Kedua istilah ini tidak
memiliki subtansi perbedaan, yang ada adalah hanya istilah penyebutan. Tradisi
upacara sedekah bumi atau Kabumi memiliki subtansi yang sama yaitu suatu
kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama dengan memberi sedekah makanan atau
hasil pertanian, memanjatkan doa kepada Tuhan atas keberkahan yang telah
dilimpahkan kepada seluruh penduduk desa.
Ada kepercayaan bahwa apabila upacara Kabumi
tidak dilaksanakan maka akan datang bencana bagi rakyat. Dari tahun ke tahun
upacara Kabumi mengalami perubahan dan perkembangan baik waktu
penyelenggaraan, prosesi, keikutsertaan warga, pemimpin upacara, alat upacara
maupun hiburan. Perubahan yang paling fundamental adalah bahwa tradisi sedekah
bumi yang sarat dengan ritual kepercayaan pra sejarah,Pada tahun 1993 oleh Kepala Dusun Kedungwatu dirubah disesuaikan dengan ajaran agama Islam mengingat mayoritas Penduduk beragama Islam,sehingga acara Tahlil Umum dan Pengajian umum termasuk
rangkaian khormat bumi. Inti dari penyelenggaraan Kabumi merupakan rangkaian tradisi bersyukur dengan memanjatkan doa baik secara lisan maupun batin serta doa isyaroh berupa sodakoh makanan dan sodakoh rasa. sedangkan untuk sodakoh rasa berupa menyajikan seni hiburan tradisional maupun modern,misalnya ketoprak merupakan kesenian rakyat yang dihadirkan dalam upacara
peringatan sedekah bumi sebagai hiburan rakyat. Adapun seni tradisional yaitu Ketoprak,Tayuban dan Wayang Kulit,Barongan dan lain lain .Sedangkan yag seni modern bisa berupa Orkes Melayu,Qosidah Modern dan lainnya,Sodakoh rasa yang berupa kesenian tersbut yang dapat dijumpai dalam penyelenggaraan upacara sedekah
bumi di wilayah kabupaten Rembang.
Upacara sedekah bumi merupakan salah satu bentuk
foklore lisan yang sekarang masih tetap dipertahankan oleh masyarakat di
wilayah Kabupaten Rembang. Penyelenggaraan upacara sedekah bumi mendapat apresiasi
dari warga masyarakat, sehingga masyarakat akan antusias dan aktif terlibat
dalam kegiatan ini. Dengan latar belakang seperti itu, maka di Pati dari dahulu sampai sekarang
berkembang berbagai tradisi mulai dari zaman pra sejarah, Hindu-Budha hingga
Islam. Tradisi-tradisi itu hingga sekarang masih tetap dipertahankan dan
dikembangkan sesuai dengan situasi dan kondisi zaman yang berkembang. Contoh
tradisi yang masih berkembang hingga sekarang adalah tradisi sedekah bumi.
Di Kabupaten Rembang terdapat beberapa tradisi lokal misalnya
masyarakat yang tinggal di pesisir pantai menyelenggarakan upacara sedekah
laut, masyarakat setempat lebih mengenal atau menamakannya sebagai tradisi
lomban. Tradisi ini terdapat di Tasik Agung dan dilaksanakan pada saat Hari
Raya Idul Fitri memasuki hari ketujuh atau masayarakat setempat menyebut Hari
Raya Ketupat. Sedangkan masyarakat yang tinggal di pedalaman memiliki tradisi
lokal yang dikenal dengan sebutan Tradisi Sedekah Bumi.
Di Dusun Kedungwatu terdapat tradisi lokal, masyarakat menyebut
sebagai upacara khormat bumi, tradisi ini dilaksanakan oleh masyarakat setiap tahun
dan waktu pelaksanakannya jatuh selalu pada bulat Apit atau Dzulkaidah. Tradisi lokal masyarakat DesaKedungwatu ini
dimulai dengan adanya legenda Mbah Sangga Buwana di Dusun Kedungwatu. Dalam
legenda itu dikisahkan, asal usul nama Dusun Kedungwatu, dan tradisi lokal ini
memiliki makna yang sangat mendalam bagi penduduk Dusun Kedungwatu.
PROSESI UPACARA SEDEKAH BUMI
diskripsi
Dusun Kedungwatu
Dusun Kedungwatu memiliki luas lahan kurang lebih 135 ha, terdiri dari 354 KK, termasuk salah satu dusun di Desa Kedungasem Kecamatan Sumber, Kabupaten Rembang. Berbagai tradisi lokal ini dapat dikaji
dan direkonstruksi sebagai bahan pembelajaran bagi generasi penerus.
. Tradisi
khormat bumi sudah berlangsung lama, dari generasi ke generasi berikutnya, ada
yang tetap namun ada yang berubah, perubahan ini tentu disesuaikan dengan
kondisi zaman yang berubah. Tradisi khormat bumi merupakan peninggalan
masyarakat pra sejarah, sehingga ritual yang dilaksanakan juga sesuai
kepercayaan masyarakat pada saat itu yang memuja roh nenek moyang. Ketika
masyarakat secara mayoritas menganut agama Islam, maka tradisi sedekah bumi tetap
dilestarikan, perubahan terjadi pada doa yang disampaikan, bukan lagi ditujukan
kepada nenek moyang melainkan doa ditujukan kepada Tuhan Yang Maha Esa yaitu
Allah SWT . Perubahan terjadi juga
pada dimasukkannya aspek kegiatan kemasyaratan,Sosial,Keagamaan,olah raga dan hiburan, sedangkan ritual rangkaian acara sedekah bumi
meliputi selamatan di punden Mbah Sangga Buwana,dan pertunjukan seni bisa ketoprak dan lainya seni tradisi.Adapun rangkaian ritual diawali PengajianUmum,Tahlil Umum,Kenduren,dilanjutkan pentas seni tradisi,bisa dilanjutkan seni modern,disamping itu sela sela kegiatan tersebut bisa di isi kegiatan Pawai atau karnaval bisaaa juga lomba lomba, bisa olah raga atau lainnya
Inti upacara khormat bumi adalah kegiatan
selamatan dengan membawa berbagai macam hasil pertanian yang berupa makanan di nampan atau baki, dihadapi secara bersama-sama, setelah doa
dibacakan selesai, maka nasi dan buah-buahan itu dimakan secara bersama-sama.
Doa yang dibaca adalah permohonan kepada Tuhan agar warga desa mendapat
keselamatan dijauhkan dari segala bencana baik bencana alam yang berupa angin
lisus, banjir, tanah losor maupun bencana penyakit baik bagi manusia, hewan
peliharaan muapun bagi tananam. Doa itu juga meminta agar warga desa diberkai
rizki yang melimpah, bagi petani tanaman yang dihasilkan melimpah, bagi
peternak hewan peliharaan gemuk-gemuk dan beranak banyak, bagi pedagang ketika
berjualan dagangan laris mendapat keuntungan yang banyak bagi para karyawan
mendapatkan gaji yang banyak hingga mendapatkan kesejahteraan.
Sebelum membaca doa, modin memberi nasehat kepada warga tentang inti
acara sedekah bumi, yaitu memohon keselamatan dan keberkahan untuk seluruh
warga desa, dengan memberi sodaqoh berupa makanan atau hasil bumi, semoga Tuhan
Yang Maha Kuasa akan menjadikan desa ini menjadi desa baldatun toyibatun warabun ghofur atau gemah ripah loh jinawi maksudnya adalah desa yang tenteram damai
dan sejahtera. Selesai pembacaan doa,
dilanjutkan dengan acara makan nasi ambengan dan ada sebagian yang
langsung membawa pulang.
Agenda rapat adalah perencanaan dan evaluasi pelaksanaan sedekah bumi, laporan
pertanggungjawaban keuangan dan pembubaran panitia. Dalam rapat tidak banyak
pertanyaan yang muncul, sebab pelaksanaan sedekah bumi berjalan sesuai dengan
rencana yang disusun. Apabila terjadi kekurangan di sana-sini, masih dipandang
lumrah, dan hal ini menjadi catatan bagi pelaksanaan sedekah bumi di tahun
berikutnya. Pada dasarnya
mereka sepakat, bahwa pelaksanaan sedekah bumi dikatakan sukses. Baromeer ini
dapat dilihat dari saldo keuangan terakhir tidak minus, atau sesuai dengan
peruntukannya. Keamanan terkendali, selama pelaksanaan sedekah bumi terutama
hiburan ketoprak tidak ada gangguan, suasana tertib tidak terjadi perkelahaian,
lancar dan aman. Para pemuka
agama Islam juga dapat menerima acara sedekah bumi. Pengajian dipandang sebagai
sarana dakwah bagi masyarakat. Rakyat pada umumnya juga senang, sehingga mereka berpartisipasi dalam kegiatan sedekah bumi terutama
dengan mengeluarkan ambengan sebagai sodaqoh atau rasa syukur
kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmadNYA.Bahkan warga rela mengeluarkan dana yang besar untuk sedekah bumi.Sejak tahun 1993 dibentuknya suatu Kepanitiaan untuk menaksanakan kegiatan dan menarik Iuran .Iuran dibebankan Tiap KK dan Kepemilikan luas Tanah dan lainnya sebagai dasar penarikan dana sedekah bumi.adapun besaranya tergantung Rangkaian Kegiatan acara tersebut.
Unsur-unsur paedagogis upacara khormat bumi yang
dilaksanakan masyarakat Dusun Kedungwatu dapat ditemukan pada tahapan kegiatan
sebagai berikut :
Nilai-nilai paedagogis yang tampak dalam kegiatan
persiapan upacara khormat bumi adalah pertama, demi keberhasilan suatu acara
dan sekaligus tercapainya tujuan dalam setiap kegiatan perlu adanya persiapan
yang matang. Planing atau rencana
merupakan satu tahapan kegiatan yang sangat penting yang harus dibahas secara
mendalam. Tiada keberhasilan tanpa adanya perencanaan yang matang. Kedua, dalam
rapat diputuskan pembentukan panitia yang melibatkan berbagai unsur masyarakat
mulai dari unsur formal, yakni perangkat desa, lembaga desa, RT, RW sampai
dengan tokoh-tokoh masyarakat. Suatu kegiatan akan berhasil apabila melibatkan
berbagai pihak, dan semua pihak yang terlibat akan merasakan keberhasilan itu.
Oleh karena itu prinsip partisipasi aktif dengan mengakomodasi segala
kepentingan menjadi unsur paedagogis yang perlu dilestarikan dan dikembangkan.
Prosesi upacara khormat bumi diawali hajatan yang berupa nasi beserta dengan lauk pauknya ataupun
buah-buahan yang umumnya berupa pisang. Hajatan yang diikuti oleh warga di
setiap dusun masing-masing, Hajatan
diawali dengan pembukaan salam, dilanjutkan dengan nasehat kepada seluruh warga
yang hadir, tentang makna upacara khormat bumi. Makna khormat bumi adalah tanda
syukur kepada Tuhan Penguasa semesta alam, agar di waktu mendatang seluruh
warga desa mendapat karunia dari Tuhan berupa rezeki yang melimpah dan
keselamatan. Setelah nasehat diberikan beberapa saat, pemimpin hajatan mengajak
para hadirin yang hadir untuk bersama-sama mengiirim doa kepada seluruh arwah
lelulur khususnya yang menjadi akal bakal berdirnya dusun. Misalnya di Dusun Kedungwatu dengan menyebut Mbah Sangga Buwana. Setelah tahlil selesai, doa dibaca
oleh pemimpin upacara khormat bumi. Inti doa adalah mengirim salam kepada Nabi
Muhammad SAW bersama keluarga dan sahabatnya, memohon ampunan dosa para
leluhur, dan memohon agar seluruh warga desa diberi anugrah kenikmatan berupa
desa yang tentram dan diberkati berupa rezeki yang melimpah. Kegiatan hajatan
ditutup dengan salam, kemudian warga
pulang ke rumah masing-masing dengan membawa satu takir nasi.
Do’a berisi permohonan kepada Tuhan Yang Maha
Kuasa agar seluruh warga dilimpahkan rizkinya dan diberi
keselamatan.
Prosesi upacara khormat bumi yang dilaksanakan di punden Mbah Sangga Buwana memiliki unsur-unsur paedagogis
yang perlu menjadi teladan bagi generasi penerus. Pertama, pembacaan do’a. Do’a
yang dibaca oleh pemimpin upacara menunjukkan bahwa sebagai manusia perlu
menyandarkan kehidupannya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Manusia menunjukkan
sikap pasrah di hadapan Tuhan. Manusia tidak memiliki kekuatan untuk menentukan
nasibnya, hidup dan mati, kaya dan miskin, rezeki dan bencana, semua itu
merupakan kuasa Tuhan. Kedua, disiplin. Sikap disiplin ini ditunjukkan oleh
warga ketika hari yang ditentukan untuk mengadakan upacara
khormat bumi harus dilaksanakan. Kegiatan mulai membuat besekan dan hadir dalam
upacara khormat bumi tepat pada saat yang ditentukan merupakan kedisiplinan
yang patut dijadikan teladan bagi generasi penerus. Ketiga, semangat berkorban
atau shodaqoh dengan mengeluarkan
sebagian rezeki yang dimilikinya berupa makanan ataupun buah-buahan merupakan
sikap manusia yang mengharapkan balasan yang banyak dari Tuhan dengan jalan
mengeluarkan sebagian harta bendanya diberikan pada orang lain. Perilaku
memberi derma kepada orang lain merupakan sikap terpuji dan hal ini dapat
menumbuhkan sikap saling menyayangi dan tumbuh rasa kesetiakawan. Keempat, kegiatan makan bersama setelah
upacara selesai, merupakan sikap guyup
atau rukun. Makan bersama-sama antar warga masyarakat dalam upacara khormat
bumi menunjukkan adanya ikatan batin yang kuat. Kelima, sebagai pemimpin
upacara ditunjukan melalui jabatan dalam pemerintahan dan kelebihan yang harus
dimiliki oleh seorang pemimpin upacara keagamaan. Hal ini memberi kesadaran
bagi masyarakat bahwa pemimpin itu harus memiliki kelebihan, seorang pemimpin
agama juga harus menguasa ilmu agama. Termasuk ketika memimpin upacara khormat
bumi. Agar kegiatan ini tidak bertentangan dengan aqidah agama, do’a
dipanjatkan dan ditujukan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa bukan kepada roh nenek
moyang. Sebaliknya roh nenek moyang dido’akan agar diampuni segala dosaya dan
dimasukkan ke dalam surga.
Unsur paedagogis dalam kegiatan penutupan upacara
khormat bumi adalah pertama, dalam setiap kegiatan perlu adanya evaluasi.
Kegiatan evaluasi perlu diadakan, sebab kegiatan ini untuk mengetahui semua
kekurangan dan kelebihan dari kegiatan. Kegiatan evaluasi memberi masukan
terhadap rencana kegiatan tahun berikutnya. Kedua, panitia yang tidak menerima
bayaran dalam kegiatan itu menunjukkan semangat rela berkorban, bekerja tanpa pamrih maksudnya tidak mengharapkan upah
atas pekerjaan yang dikerjakannya. Ikhlas atas pekerjaan menjadi panitia
upacara khormat bumi, merupakan salah satu ciri jiwa masyarakat pedesaan yang
hingga sekarang masih tetap dipertahankan. Ketiga, keakraban yang terjalin
menjadi semangat panitia untuk melaksanakan kegiatan upacara khormat bumi.
Kerukunan menjadi modal bagi suksesnya kegiatan upacara khormat bumi.
tradisi upacara khormat bumi dilaksanakan pada
bulan Apit adalah masyarakat Jawa meyakini pada bulan itu merupakan bulan yang
kurang baik, sehingga pada bulan Apit masyarakat tidak berani menyelenggarakan
upacara khitanan ataupun perkawinan. Lebih baik di luar bulan itu. Oleh karena
itu dengan dilaksanakan upacara khormat bumi, kegiatan ini dipandang sebagai
salah satu cara meruwat atau berdo’a
kepada penguasa alam agar dihindarkan dari seluruh malapetaka, dan semoga
kesejahteraan senantiasa akan tercurah pada seluruh warga desa.
Nilai-nilai yang terkandung dalam upacara khormat
bumi sangat besar, sehinggaDusun Kedungwatu sepakat bahwa generasi muda, khususnya
para siswa perlu dikenalkan secara langsung berbagai tradisi yang berkembang
dalam masyarakat, misalnya tradisi upacara khormat bumi yang dilaksanakan oleh
masyarakat Dusun Kedungwatu.
Dengan melihat prosesi khormat bumi di Dusun Kedungwatu, akan melihat tradisi khormat bumi dari dua aspek, yaitu
pertama, tradisi khormat bumi yang dilaksanakan setiap tahun merupakan
usaha masyarakat Dusun Kedungwatu untuk
menghormati tokoh yang berjasa sebagai pendiri desa, kedua, tradisi khormat
bumi sebagai sarana mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang
memberikan limpahan rahmat berupa rezeki yang melimpah dan lindunganNYA yang
berupa keselamatan dan ketentraman hidup bagi warga desa.
Jika ditinjau dari antropologi, upacara khormat
bumi masyarakat Dusun Kedungwatu menunjukkan adanya keinginan masyarakat untuk
membuat citra positif terhadap tokoh pendiri desa sebagai tokoh kharismatik dan
sakti. Pencitraan itu merupakan tindakan wajar agar masyarakat desa itu tetap
menghormati dan mengingat jasa-jasa, serta mentauladani sikap dan tindakan dari
pendiri Dusun Kedungwatu. Tindakan yang dilakukan oleh masyarakat Dusun Kedungwatu dalam perspektif teori antropologi menunjukkan bahwa masyarakat Desa Sukoharjo
merupakan masyarakat petani (Koentjaraningrat, 1990 : 140-141). Pada dasarnya
budaya masyarakat petani merupakan budaya folk, dan budaya ini berbeda dengan
budaya masyarakat kota yang dipandang lebih besar. Oleh karena itu Robert
Redfiled (dalam Kontjaraningrat, 1990 : 142-143) cenderung menyebut kebudayaan
masyarakat desa sebagai tradisi kecil (little
tradition). sedangkan masyarakat perkotaan yang berada di dekat pusat
kerajaan disebut kebudayaan besar (great
tradition).
Kemampuan memahami,
menghormati dan mengembangkan suatu tradisi yang berkembang dalam masyarakat
akan muncul, ketika siswa mempelajari, mengkaji dan menganalisis suatu tradisi
yang berkembang dalam masyarakatnya. Ketika siswa berinteraksi dengan tradisi
lokal dan ada bimbingan, arahan dari guru atau tokoh masyarakat, maka akan
tumbub empati terhadap nilai-nilai yang sudah ada. Sebagai pribadi terdidik dan
terpelajar maka tradisi itu akan dikembangkan sesuai dengan nilai-nilai yang
berkembang pada zaman sekarang.
Pelaksanaan upacara khormat
bumi yang diselenggarakan oleh
masyarakat Dusun Kedungwatu Kecamatan Sumber Kabupaten Rembang merupakan
usaha masyarakat setempat untuk menjaga keseimbangan alam, manusia menjaga
hubungan dengan penguasa alam (hablum
minawwah) dan menjaga hubungan dengan sesama manusia (hablum
minannas). Hal ini dipertegas Robertson Smith (dalam Koentjaraningrat : 67)
bahwa upacara religi atau agama, yang biasanya dilaksanakan oleh banyak warga
masyarakat pemeluk religi atau agama yang bersangkutan bersama-sama mempunyai
fungsi sosial untuk mengintensifkan solidaritas masyarakat. Pada zaman dahulu, upacara khormat bumi merupakan sarana pemujaan
kepada nenek moyang dan sekaligus pemujaan kepada Dewi Sri (Dewa Kesuburan
menurut mitologi agama Hindu) agar masyarakat dijaga dari hal-hal yang tidak
diinginkan dan diberi kesuburan, sehingga akan tercipta masyarakat toto tentrem gemah ripah loh jinawi.
Kini, hakekat upacara khormat bumi adalah usaha bersama masyarakat memohon
kepada Tuhan Allah SWT agar selalu diberi keselamatan dan dijauhkan dari
bencana serta selalu diberi kesejahteraan atau akan tercipta baldatun toyyibatun warabbun ghofur.
Oleh karena itu, sebagian masyarakat masih ada yang memiliki kepercayaan bahwa
nasi hajatan memiliki berkah, sehingga ketika
nasi hajatan dibawa pulang akan digunakan sebagai pupuk tanaman dengan
harapan tanaman tumbuh subur dan menghasilkan panenan yang melimpah.
Generasi penerus perlu memiliki sikap nguri-nguri
terhadap kesenian tradisional. Siraman rohani dalam pengajian umum dalam rangka
upacara khormat bumi dipandang sebagai sarana untuk memperdalam wawasan
keagamaan. Salah persepsi terhadap upacara khormat bumi sedikit demi sedikit
mulai terkikis, sehingga diharapkan pelaksanaan upacara khormat bumi sejalan
dengan ajaran agama Islam. Secara ekonomis, masyarakat tidak diuntungkan dari
pelaksanaan upacara khormat bumi.
Usaha masyarakat mempertahankan tradisi upacara
khormat bumi yang berasal dari tradisi pra aksara dengan memasukkan unsur
ajaran agama Islam, menunjukkan telah terjadi sinkritisme antara tradisi pra
sejarah dengan tradisi Islam. Pengajian umum, ketoprak dan wayang kulit menunjukkan tradisi pra Islam dan
tradisi Islam.
. Dalam pelaksanaan
upacara khormat bumi, ada beberapa nilai-nilai yang dapat direkomendasikan
sebagai nilai-nilai yang perlu diwariskan kepada generasi penerus, yaitu (1)
sikap religius masyarakat, yang tercermin sikap masyarakat yang selalu ingat
kepada Allah SWT, sebab alam dan seluruh isinya adalah ciptaanNYA. Manusia
diciptakan oleh Allah SWT, kecuali hanya untuk beribadak kepadaNYA. Semakin
manusia itu dekat kepada Allah SWT, maka Allah SWT akan menurunkan karunia dan
rahmatNYa yang dapat berupa kesejahteraan dan kedamaian. (2) selalu ingat
kepada jasa-jasa leluhur atau nenek moyang yang telah mendirikan desa. Sikap
ini perlu ditanamkan kepada generasi penerus, sehingga harapan kita, generasi
penerus akan memiliki sikap mikul duwur mendem jero. Disamping
itu ada beberapa sikap yang telah diperlihatkan oleh masyarakat dalam melaksanakan upacara khormat bumi, dan sikap itu harus tertanam dalam
hati para muda, yaitu (1) sikap gotong-royong. Dalam melaksanakan hajatan
upacara khormat bumi, warga masyarakat saling bahu membahu, bekerja
bersama-sama tanpa dibayar. Sikap tanpa pamrih masih tertanam dalam
hati masyarakat pedesaan yang masih tetap hidup
bersahaja, (2) sikap hidup rukun saling tolong menolong yang tercermin dari hidup guyub
senantiasa terpelihara dalam kehidupan masyarakat Desa Sukoharjo,
(3) sikap masyarakat yang senantiasa
memelihara silaturahmi sesama warga merupakan modal untuk hidup rukun, sebab
dengan memelihara tali silaturahmi, akan tercipta hidup yang damai jauh dari
rasa saling curiga mencurigai. Dengan demikian materi upacara khormat bumi yang
di dalamnya mengandung kearifan lokal merupakan materi yang dapat digunakan
sebagai pengayaan pembelajaran sejarah.
Upacara
khormat bumi yang dilaksanakan masyarakat secara ekonomis tidak
memiliki dampak signifikan bagi peningkapan kesejahteraan masyarakat, tetapi
sebaliknya justru biaya untuk menyelenggarakan upacara khormat bumi
mencapai puluhan juta rupiah. Sekalipun
demikian dalam perspektif pendidikan,
upacara khormat bumi bermanfaat untuk pengembangan pendidikan, karena dalam
ritual tersebut terdapat nilai-nilai paedagogis, baik yang bersifat sosial
yaitu sikap gotong royong, sikap sodaqoh, pasrah, maupun sikap hormat kepada
leluhur. Penyelenggaraan khormat bumi mengingatkan kepada generasi penerus agar
selalu mengingat dan menghormati para leluhurnya.
Bulan Apit dipilih
memiliki pertimbangan, bahwa pada bulan itu dipercaya oleh masyarakat sebagai bulan
yang kurang baik, akan muncul berbagai bencana, rezeki kurang lancar. Oleh
karena itu pada saat bulan Apit inilah saat yang tepat untuk melaksanakan
upacara khormat bumi dengan memanjatkan do’a kepada Allah SWT agar seluruh
warga desa selalu diberi rahmatNYA yang berupa hidup damai tenteram dan
sejahtera.
Tempat penyelenggaraan upacara khormat bumi
dilaksankan di Punden Mbah Sangga Buwana, dengan pertimbangan bahwa Mbah Sangga Buwana merupakan orang yang berjasa dalam berdirinya Dusun .
Legenda Dusun berasal dari Mbah Sangga Buwana. Oleh karena itu sebagai salah
satu usaha untuk menghormati dan mengenang jasa upacara khormat
bumi selalu dilaksanakan di Punden Mbah Sangga Buwana.
Pemimpin upacara khormat bumi adalah Modin yang sebelumnya di buka oleh Kades/Kadus. Modin ini ditetapkan sebagai pemimpin upacara khormat bumi
berdasarkan kepercayaan, bahwa modin merupakan orang yang mengerti urusan
agama, dan diberi wewenang untuk memimpin kegiatan keagamaan mulai dari
mengurusi pernikahan, mengurusi orang meninggal dunia dan memimpin upacara
kenduri atau hajatan.
Jenis kesenian untuk melaksanakan upacara khormat
bumi di Punden adalah Kethoprak,wayang kulit,Tayub atau lainnya seni tradisi. Wayang kulit merupakan jenis
kesenian yang sudah ada pada zaman pra sejarah. Melalui pertunjukan wayang
kulit dapat digunakan sebagai sarana komunikasi antara orang yang telah
meninggal dunia dengan orang yang masih hidup. Dalam komunikasi itu orang yang
masih hidup memohon kepada orang yang meninggal dunia agar menjaga keselamatan
dan kedamaian desa. Dalam kepercayaan pra sejarah orang yang mati dapat
dimintai pertolongan oleh yang masih hidup.
Sesajen yang digunakan sebagai alat upacara
merupakan tradisi yang sudah berlangsung turun temurun. Sesajen merupakan salah
satu alat upacara yang digunakan sebagai sarana untuk berhubungan dengan
orang-orang yang telah meninggal dunia atau roh para leluhur.
Keberadaan legenda Mbah Sangga Buwana merupakan suatu
usaha masyarakat setempat untuk menggali jati dirinya. Legenda memang sengaja
diciptakan oleh manusia dalam rangka untuk mencari identitas suatu komunitas.
Oleh karena itu hampir di semua desa di Jawa memiliki legenda yang berkaitan
dengan berdirinya desa itu.
Nilai-nilai Paedagogis
Upacara Khormat Bumi Bagi Generasi Penerus
Upacara khormat bumi yang dilaksanakan masyarakat mengandung nilai-nilai paedagogis bagi generasi penerus perlu
diteladani, dan dikembangkan pada saat ini. Sebagai generasi penerus, perlu
dibekali dengan sikap keteladanan yang telah dicontohkan generasi pendahulu.
Dengan demikian, ketika masyarakat melaksanakan upacara Khormat Bumi, generasi
penerus diajak serta untuk mengamati, menghayati dan diharapkan akan memiliki
beberapa sikap sebagai berikut :
a. Gotong royong. Sikap
gotong royong ditunjukkan oleh perangkat desa dan warga desa dalam
mempersiapkan pelaksanaan upacara khormat bumi. Selama bekerja, mereka tidak
dibayar, tetapi tetap menunjukkan sikap ihlas tidak jengkel ataupun marah.
Mereka menunjukkan sikap rela tanpa pamrih dan memancarkan raut kegembiraan
dalam mempersipakan upacara khormat bumi.
b. Demokratis. Sikap
musyawarah ditunjukkan baik kepala desa beserta dengan perangkat desa, tokoh
masyarakat maupun warga masyarakat dalam mempersiapkan pelaksanaan upacara
khormat bumi. Semua acara disusun berdasar azas mufakat, baik ketika menentukan
waktu, tokoh yang perlu diundang, hiburan apa yang perlu bahkan sampai kepada
mubaligh yang mengisi pengajian.
c. Ketuhanan. Sikap
pasrah kepada penguasa alam dan hormat kepada leluhur merupakan salah satu
karakter masyarakat pedesaan yang mayoritas hidup sebagai petani, sikap itu
bahkan sudah melekat dan menjadi budaya Jawa. Kearifan budaya Jawa melalui
ungkapan, pertama, eling sangkan paraning dumadi, maksudnya adalah kesadaran orang
Jawa yang selalu berhati-hati dalam bertindak dan bertutur sapa dan selalu
ingat terhadap asal-usul manusia yang berasal dari tanah dan mengingat kemana
atau tujuan akhir hidup manusia, yaitu harus mempertanggungjawabkan segala amal
ibadahnya di hadapan Allah SWT. Kedua, mikul
dhuwur mendem jero, para lelulur yang sudah mendarmabaktikan pada
generasi penerus berupa perjuangan membuka hutan untuk dijadikan pemukiman dan
kini sudah menjadi desa, maka wajar apabila generasi sekarang memiliki
kesadaran sejarah menghormati para pejuang desa dengan memohonkan ampunan kepada
Tuhan atas segala dosa dan kesalahan dan semoga mereka semua mendapatkan
balasan sesuai dengan darmabaktinya. Ketiga, ngunduh wohing pakerti, masyarakat
menyadari apabila berbuat baik tentu mereka sendiri yang akan mengambil
hikmahnya, begitu pula apabila berbuat tidak baik mereka sendiri pula yang akan
menanggung akibatnya. Keempat, rawe-rawe rantas malang-malang putung,
dalam mendirikan desa, tentu para leluhur menemui banyak hambatan dan
rintangan, dengan semangat pantang menyerah, maka para leluhur berhasil
mewujudkan impiannya menciptakan suatu pemukiman yang aman, tenteram dan
sejahtera. Kelima, rukun agawe santoso, untuk mencapai tujuan hidup bersama, maka
diperlukan kerukunan, persatuan dan kesatuan sehingga akan tercipta desa yang
sejahtera, bermanfaat sebagai sarana untuk
mempertahankan dan mengembangkan tradisi yang ada dalam masyarakat, di samping
itu juga dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk mendorong generasi penerus
agar tetap mengambil nilai-nilai yang ada di dalamnya. Hal ini ditunjukkan
dengan rumusan masalah sebagai berikut :
(1) Prosesi upacara khormat bumi yang dilaksanakan masyarakat bertempat di punden merupakan
tradisi yang berlangsung turun temurun. Tujuan diselengarakan upacara khormat
bumi adalah agar Tuhan Yang Maha Esa Allah SWT, selalu memberi kemakmuran,
kesejahteraan, ketetraman dan dijauhkan dari segala malapetaka, (2) Nilai-nilai
yang terkandung dalam upacara khormat bumi dapat dijadikan sebagai nilai-nilai
yang perlu dimiliki oleh generasi penerus, yaitu sikap gotong royong,
demokratis, kearifan budaya Jawa yang terdiri eling sangkan paraning dumadi,
mikul dhuwur mendem jero, rukun agawe santoso.
Acara hiburan Kethopak dalam pesta sedekah bumi |
INSYAALLAH BERSAMBUNG......Ke legegenda Dusun Kedungwatu
DAFTAR BACAAN
Ahmad Mansur Suryanegara.
1995. Menemukan Sejarah. Bandung :
Mizan.
Gotttschalk, Louis. 1986. Mengerti Sejarah. Jakarta : UI Press.
Geertz, Clifford. 1989.
Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa. Jakarta : Pustaka Jaya.
Hadari Nawawi. 1990. Metode Penelitian Bidang Sosial. Gajah Mada
University Press.
Hariyono. 1995. Mempelajari
Sejarah. Jakarta : PT Dunia Pustaka Jaya.
Haviland William A. 1999. Antropologi Jilid 2. Jakarta : PT Erlangga.
Horton, Paul B. dan Hunt,
Chester L. 1999. Sosiologi. Jakarta :
Erlangga.
James Dananjaya. 1991. Foklor, Indonesia, Ilmu Gaib, Dongeng dan
Lain-lain. Jakarta : Grafiti.
Koentjaraningrat. 1981. Sejarah Teori Antropologi. Jakarta : UI
Press.
-------. 1965. Manusia dan Kebudayaan Indonesia.
Jakarta : Djambatan.
-------. 1999. Pengantar Antropologi. Jakarta : PT Rineka Cipta.
Kuntowijoyo.1995. Pengantar
Ilmu Sejarah. Yogyakarta
: Yayasan Bentang Budaya.
Moleong, L.J. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung
: PT Remaja Rosdakarya
Muhammad Surya. 2003. Kapita Selekta Kependidikan. Jakarta :
Universitas Terbuka.
Muhammad Taupan, 2007. Sejarah. Bandung : CV. Yrama Widya.
Nugroho Notosusanto. 1971. Norma-norma Dasar Penelitian dan Penulisan
Sejarah. Jakarta : Pusat Sejarah ABRI.
Nursid Sumaatmadja. 2003. Kapita
Selekta IPS. Jakarta L : Universitas Terbuka.
Roeslan Abdulgani. 1963. Penggunaan Ilmu Sejarah. Bandung :
Prapantja.
Sartono Kartodirdjo. 1992. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi
Sejarah. Jakarta : Gramedia.
Slamet, DS. 1984. Upacara Tradisional Dalam Kaitannya
Peristiwa Kepercayaan. Depdikbud.
Sugeng Suryanto,
dkk. 1987. Adat dan Upacara Perkawinan
Daerah Jawa Tengah. Semarang.: Depdikbud.
Follow Us
Were this world an endless plain, and by sailing eastward we could for ever reach new distances